Dulu aku sangat ketakutan bila
kelak kata “kita” tak lagi bermakna “aku dan kau”, tak sehuruf pun dari
rangkaian namaku diizinkan menumpang di benakmu. Namun ketakutanku koyak,
tersundut puntungan mimpi yang kupungut setiap lewat di jalan-jalan.
Aku ingin jadi ini. Aku ingin
jadi itu. Aku ingin menjadi apa pun. Sebab kutahu kau akan selalu mengenaliku.
Ingin-inginku bahkan belum sempat beranjak dari tempatnya dipanjatkan, tapi kau
sudah keburu pergi. Tak apa, aku bisa sendiri.
Aku bisa menjadi apa pun. Jika saja
kau menyadarinya, aku bisa menjadi gorden kamar kosmu yang warnanya semerah
gincu kekasihmu. Aku bisa menjadi air putih yang kau teguk buru-buru ketika
haus memburu. Atau... Aku bisa menjadi puisi, yang karena aliran magisnya kau
akan berhenti dari apa yang membuatmu lari.
Tapi tidak. Aku tidak segila itu.
Kepalaku tak terlalu sempit untuk menyimpan pikiran-pikiran baik.
Ini aku, berdarah-darah menapaki
jalan yang, padahal, petanya sudah pernah kugambarkan. Sebab kadang Tuhan
menjentikkan jari, mencipta barikade yang karenanya aku harus berjalan memutar.
Melelahkan, namun mencerahkan. Benar kata orang, terburu-buru mencapai tujuan
membuat lupa nikmatnya perjalanan.
22 Februari 2017
Asri Ayu Nuryani,
calon jurnalis yang nekad belajar broadcasting
3 comments
1
ReplyDeleteAAyu apakabar??? masih inget sama pramuka 9??? Cilember???
ReplyDeleteEh yu kamu punya kontak nya mella gak Yu??
Minta dong. Sms aj 082124989896
alhamdulillah baik, kak eko. inget dong. cilember mah tak terlupakan wkwkwk. wah ngga ada, kak. saya udah lama gak kontak mela.
Delete