Dulu aku sangat ketakutan bila
kelak kata “kita” tak lagi bermakna “aku dan kau”, tak sehuruf pun dari
rangkaian namaku diizinkan menumpang di benakmu. Namun ketakutanku koyak,
tersundut puntungan mimpi yang kupungut setiap lewat di jalan-jalan.
Aku ingin jadi ini. Aku ingin
jadi itu. Aku ingin menjadi apa pun. Sebab kutahu kau akan selalu mengenaliku.
Ingin-inginku bahkan belum sempat beranjak dari tempatnya dipanjatkan, tapi kau
sudah keburu pergi. Tak apa, aku bisa sendiri.





















